Skip to content
Home » Analisis Perbandingan Gratifikasi Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam PDF

Analisis Perbandingan Gratifikasi Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam PDF

Gratifikasi adalah pemberian sesuatu atau janji kepada pejabat publik atau swasta untuk mempengaruhi kinerja yang berhubungan dengan jabatannya. Terlebih lagi, gratifikasi memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan pemerintah, karena menumbuhkan korupsi sehingga digolongkan sebagai tindakan pidana. Tindakan ini sering terjadi di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia.

Dalam hukum positif, gratifikasi termasuk ke dalam tindak pidana dan diatur di dalam UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sesuai dengan pasal 5 UU tersebut, gratifikasi punya pengertian sebagai pemberian uang atau barang kepada pejabat publik atau swasta yang diberikan untuk mempengaruhi keputusan yang berhubungan dengan jabatannya.

Sementara itu, dalam hukum Islam, gratifikasi juga dianggap sebagai suap namun pengaturannya dilakukan dalam hadits dan tidak ada keterangannya dalam Al-Quran. Hadits RI No.272 menyatakan bahwa: “Pemberian suap tidak diharamkan untuk memperoleh hak.”

Namun, pendapat ulama tentang hukum gratifikasi cenderung berbeda-beda. Ada yang menganggapnya hukumnya haram, ada pula ulama yang membolehkan selama pemberian tersebut tidak membawa dampak buruk.

Pemberian gratifikasi pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan manfaat yang lebih, tanpa perlu menerapkan prinsip keadilan. Namun, apabila pemberian gratifikasi dilakukan dengan maksud membawa kebaikan dan tidak melanggar ketentuan yang tertera dalam hukum, dapat disebut sebagai suatu tindakan yang tidak merugikan.

Dalam hukum positif Indonesia, pemberian gratifikasi yang diberikan dengan maksud suap dapat dikenakan sanksi pidana. Ada tiga tingkatan ancaman hukuman, yaitu pidana penjara, denda, atau pidana penjara dengan denda.

Dalam konteks hukum Islam, pelaksanaan hukum atas pemberian gratifikasi dilakukan oleh pihak yang berhak dan mengedepankan prinsip keadilan. Jika kasus gratifikasi diketahui melanggar hukum Islam, maka akan ada sanksi yang diberikan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut.

BACA JUGA:   Analisis Perbandingan dan Kecenderungan dalam Surveilans Covid-19 di Indonesia

Namun, perlu diingat bahwa pemberian gratifikasi yang dilakukan dengan tujuan yang baik tidak dapat disamakan dengan suap. Oleh karena itu, penanganan kasus gratifikasi membutuhkan pendekatan yang proporsional dan adil.

Dalam hal ini, seorang pejabat publik atau swasta harus memiliki pemahaman yang baik tentang aturan mengenai pemberian gratifikasi yang berlaku di negaranya. Karena, apabila tidak memahami aturan tersebut, dapat berujung pada hukuman pidana.

Kesimpulan dari analisis ini adalah bahwa pemberian gratifikasi dalam hukum positif dan hukum Islam memiliki pandangan yang berbeda. Dalam hukum positif di Indonesia, gratifikasi dianggap sebagai suap dan dapat dikenakan sanksi pidana. Sedangkan dalam hukum Islam, gratifikasi dilihat sebagai tindakan merugikan jika pelaksanaannya bertentangan dengan prinsip keadilan.

Namun, perlu diingat bahwa setiap tindakan humania memerlukan pendekatan yang bijak agar menghindari tindakan yang merugikan. Oleh karena itu, seharusnya pemberian gratifikasi dilakukan dengan bunga hati yang benar, demi kepentingan yang lebih luas dan tidak mengandung unsur pemborosan yang merugikan negara dan rakyat.